Rahasia Hati
Beberapa hari lalu menyimak kajian “The Day After You Die”, ada salah satu kisah yang membuat terhenyak. Sebetulnya bukan kali pertama menyimak kisah ini, tapi kali ini sangat mengena karena erat dengan kondisi saat ini.
Ada seorang sahabat Rasulullah yang dikabarkan
pada Ali bahwa namanya telah tercatat sebagai penghuni surga. Ali pun merasa
penasaran mengapa orang ini sudah didaulat namanya menjadi ahli surga. Rasa
penasaran Ali membuatnya meminta izin untuk bermalam di kediaman orang tersebut
hingga batas akhir masa bertamu, yaitu tiga hari. Selama tiga hari itu tak
ditemukan ibadah istimewa atau khusus yang dilakukan oleh orang itu. Ia shalat,
berpuasa, dan melakukan ibadah lain seperti halnya apa yang dilakukan Ali. Hingga
Ali kemudian berterus terang kepada orang tersebut bahwa alasan ia bermalam
adalah karena keingintahuannya pada amalah yang dilakukan orang ini sehingga Allah
menjaminkan surga untuknya.
Orang tersebut pun akhirnya membagikan
rahasianya. Ternyata ibadah khusus yang membuatnya mendapat jaminan surga
adalah ibadah hati. Ibadah yang tak tampak kasat mata. Ketika malam tiba, ia membersihkan
hatinya dari beragam penyakit hati. Ia memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain
padanya selama hari itu, ia pun meminta maaf atas kesalahannya pada orang lain.
Ia meminta pengampunan Allah atas dosa-dosanya. Ia pun membersihkan hatinya
dari iri dengki terhadap kenikmatan yang Allah karuniakan pada orang lain.
Pikirku, pantas saja memaafkan kesalahan orang
lain dan minta maaf serta mengakui kesalahan diri itu bisa menjadi hal yang
sangat sulit, ternyata amalan ini ganjarannya adalah surga. Bukan hanya perkara
berapa sering kita bersujud pada Allah, bukan pula seberapa kuat kita istiqomah
dalam puasa kita, bukan pula sebesar apa infaq sodaqoh yang kita tunaikan,
melainkan bagaimana hati kita beribadah pada Allah. Tak terlihat, tak bisa
diketahui oleh siapapun kecuali Allah, tapi ibadah hati ini menjadi salah satu
penentu akhir kisah kita di yaumil akhir kelak.
Hal yang harus ditundukkan agar membeningkan hati
adalah ego, kesombongan, dan hawa nafsu. Ketiganya membuat kita seringkali luput
terhadap kekeliruan diri tapi begitu jeli terhadap kekurangan dan kesalahan
orang lain. Menundukkannya bukan semudah membalikkan telapak tangan, hanya
pertolongan Allah yang mampu menyempurnakan ikhtiar kita mencapai kebeningan
hati.
Komentar
Posting Komentar