2018: Musim Silih Berganti (Bagian 1)

 

2018. Menjadi tahun yang luput tak terekam, padahal di tahun ini pergantian musim sangat kentara. Dan saat ini, aku mencoba memutar ulang rekaman, berharap ini menjadi jejak penuh hikmah. Betapa sempurnanya skenario yang telah Allah buat.

    Bersiap untuk dipinang menjadi sebab merekahnya senyum di awal tahun kala itu. Sebuah cincin emas putih terpasang di jari manis dengan nama seorang lelaki tertulis di bagian dalamnya. Proses khitbah yang begitu cepat dan tak biasa. Pagi hari aku masih mengelola sebuah kegiatan di tempat kerjaku dan siangnya pulang kampung dengan rombongan calon suami untuk dikhitbah. Bukan proses khitbah yang terbayangkan, tapi aku bersyukur karenanya. Seseorang yang kukenal cukup lama adalah orang yang akan menjadi teman hidup.

    Di tengah persiapan menuju pernikahan, bulan Februari mendapat kabar bahwa akan ditugaskan ke Perth selama dua pekan. Sebetulnya tugas ini sudah terprediksi oleh banyak orang, tapi tetap saja rasanya tak percaya. Maju mundur mempersiapkannya karena betul-betul merasa tak layak. Pikirku, rekan kerjaku masih banyak yang lebih layak. Aku hanya beruntung karena berkesempatan mengurusi program ini sebelumnya. Terlebih, saat itu sedang menjadi wali kelas anak-anak yang akan ujian. Menjadi wali kelas di sekolah boarding seumpama mendapat peran seorang ibu. Berat rasanya meninggalkan anak-anak yang pasti sedang butuh keberadaan ibunya. Bertambah keraguan untuk pergi. Kalaulah bisa, ingin saja bertukar peran dengan orang lain. Tak terbayang harus pergi membimbing anak-anak ke negeri orang, tanpa kemampuan yang mumpuni dan tanpa pendampingan siapapun. Berbekal tawakkal ‘alallah aku pergi bersama 11 orang anak menuju negeri kangguru. Dua pekan di sana seolah hadiah yang Allah berikan di penghujung masa-masa melajang. Penuh tantangan yang tak henti memacu adrenalin dan selalu berakhir senyum penuh rasa syukur. Maasya Allah, baiknya Allah menghadiahkan perjalanan ini untukku. Perjalanan memang selalu memberikan banyak arti, sebab itu aku selalu menyukainya.

    Sepulang dari Perth berselang dua pekan mendapat tugas pula membersamai anak-anak rihlah ke Bromo dan sekitarnya. MaasyaAllah, kerjaku hanya jalan-jalan tapi dibayar pikirku (Hahaha…). Sungguh Allah mahabaik. Aku yang senang melakukan perjalanan dan betul-betul Allah berikan itu dari waktu ke waktu. Sejak di bangku sekolah, rasanya aku memang tak pernah lama berdiam diri di rumah. Selalu saja ada alasan untuk beraktivitas di luar.

    Bulan Juli menjadi terminal baru dalam kehidupanku. Tanggal tujuh bulan ketujuh tahun itu aku berganti status menjadi seorang istri. Peran yang diharapkan oleh setiap perempuan. Sebagian orang memahami ini adalah akhir dari perjalanan, seperti cerita dongeng Cinderella. Tapi nyatanya, Islam mengajarkan ini adalah awal lain bagi hidup yang berbeda. Melalui untaian kalimat yang sakral dalam akad nikah, seseorang yang tadinya haram untuk disentuh atau bahkan dipandang menjadi salah satu jalan aliran pahala yang terdekat. Menemani hari-hari dengan berbagai pasang surutnya kehidupan. MaasyaAllah.

Bersambung …

Komentar

Postingan Populer